Minggu, November 25, 2012

BLUNYAH



Di Yogyakarta ada sebuah kampung yang bernama Blunyah. Nama kampung ini berhubungan erat dengan kampung lain di Yogyakarta yaitu Kidul Loji.
            Cerita menurut penduduk sekitarnya bahwa zaman dahulu ada sepasang
suami istri Tionghoa yang kaya raya. Mereka tinggal di sebelah timur Kantor Pos Besar. Karena tinggal di kampung tersebut, suaminya sering dipanggil Babah Kidul Loji. Suami istri Tionghoa itu memiliki seorang gadis yang sangat cantik. Selain cantik, dia sangat santun dan bertutur halus. Dalam pergaulan, dia selalu rendah hati sehingga banyak yang menyukainya. Sayangnya, dia terus-menerus dirundung sakit dan penyakit yang dideritanya tidak jelas. Nama gadis itu Nonik.
            Orang tuanya sedih sekali dan berusaha keras mencari tabib maupun dukun untuk mengobati penyakit Nonik, namun usaha itu sia-sia. Babah Kidul Loji memiliki beberapa pembantu rumah. Walaupun sudah diperlakukan dengan baik, mereka tidak betah tinggal di rumah Babah Kidul Loji karena takut terkena penyakit Nonik. Ini menambah kesedihan Babah dan istrinya. Namun, di antara para pembantu yang kurang setia itu ada seorang pembantu yang setia, namanya Sarijan.
            Melihat penyakit yang diderita Nonik dan kesedihan selalu menghias di wajah orang tuanya Nonik, Sarijan tergerak untuk menolongnya. Akan tetapi, ia tidak tahu bagaimana caranya. Ia hanya berusaha mencari tabib atau dukun yang hebat sehingga bisa menyembuhkan Nonik tapi hasilnya nihil. Sarijan diam-diam berpuasa selama 3 hari 3 malam berturut-turut. Karena tubuh Sarijan kuat, puasanya tidak berpengaruh pada daya kerjanya. Usaha ini belum juga membawa hasil.
            Dia melanjutkan dengan berpantang berikutnya. Pantangan kali ini hanya memakan jenis ubi-ubian, selain itu, dia juga menjalani nganyep dan neles, yaitu setiap malam tidur di tempat yang basah.
            Pada suatu malam, Sarijan bermimpi bertemu dengan kakek berjenggot putih. Kakek itu berpesan bahwa Nonik akan sembuh bila dibawa ke Pantai Selatan dan mandi air laut. Setelah berpesan, kakek itu lalu menghilang, dan pada saat itu Sarijan terbangun.
            Pagi hari itu, Sarijan menemui Babah Kidul Loji dan menyampaikan impiannya. Babah tidak segera menanggapinya karena ratusan tabib belum ada yang berhasil menyembuhkan Nonik.
            “Maaf Sarijan, aku tidak percaya. Bagaimana mungkin Nonik dibawa ke Pantai Selatan dalam keadaan sakit begitu?” tanya lagi Babah. “Sebaiknya dicoba dulu, siapa tahu memang manjur” ujar Nyah Kidul Loji. “Hati-hati, Nonik itu lemas. Bagaimana dibawa ke sana?” kata Babah. Suami istri itu berdebat dengan seru. Akhirnya Babah Kidul Loji bersedia menerima usulnya. Setelah dibawa ke Pantai Selatan, Nonik pun dimandikan dengan air laut. Sungguh luar biasa, Nonik telah sembuh dan orang tuanya amat bahagia. Pada suatu sore, mereka segera memanggil Sarijan.
            “Kamu mau diberi hadiah uang, agar kamu membangun rumahmu yang reyot itu. Mau?” tanya Babah. “Mau sekali.” “Tapi jangan digunakan untuk berjudi.” Kata Nyah. “Tidak, saya berjanji. Lagipula, saya tidak suka berjudi...” ujar Sarijan.
            Setelah itu, Babah memberinya beberapa ratus dinar. Selain itu, Sarijan diberi kesempatan liburan 2 minggu guna membangun rumahnya. Sarijan sangat bersuka cita.
            Dua minggu yang berlau, Nyah Kidul Loji bertanya tentang persiapan pembangunan rumah, misalnya mencari tukang kayu dan tukang batu. “Belum, Nyah,” jawab Sarijan. “Mengapa belum?” “Mungkin minggu depan,” balas Sarijan. Setelah 1 minggu lewat, Nyah Kidul loji bertanya lagi, “Sudah mulai dibangun rumahmu, Jan?” “Belum, Nyah.” Bahkan beberapa bulan telah berlalu, jawaban Sarijan selalu sama, “Belum Nyah, Belum Nyah, Belum Nyah...”
            Akhirnya, Nyah Kidul Loji jengkel. Ia diam-diam mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Yang dilihatnya ternyata rumah Sarijan memang masih reyot. “Kamu buang ke mana uangmu yang banyak? Kamu berjudi ya!” bentak Nyah Kidul Loji.
            “Tidak Nyah, uang itu aku gunakan untuk membuat bendungan air di sana. Agar bendungan itu bisa untuk mengairi sawah saudara-saudara saya di desa. Maaf, Nyah...!” jawab Sarijan dengan ketakutan.
            Mendengar jawaban itu, Babah Kidul Loji dan istrinya sangat terharu. Setelah Nonik sembuh, suasana rumah pun semakin penuh dengan kegembiraan dan suka cita. Karena setiap Sarijan ditanya selalu menjawab “Belum Nyah, Belum Nyah, Belum Nyah,” lama-kelamaan bunyinya berubah menjadi Blunyah, dan dipakai sebagai nama desa sampai sekarang. 





1 komentar:

  1. sejarah yang mulai terlupakan...tulisan yang sangat menarik! ditunggu karya-karya selanjutnya...

    BalasHapus

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...