Semua
orang tua pasti bahagia melihat kehadiran seorang bayi yang mungil dan cantik.
Begitu juga orang tuaku sangat bahagia melihat aku dilahirkan di dunia ini.
Kebahagiaan itu pupus ketika aku jatuh sakit.
Pada
waktu aku berumur
10 bulan, aku jatuh sakit dan mengalami demam tinggi sampai
kejang-kejang. Orang tuaku disarankan oleh dokter agar aku dirawat sekitar 1
minggu. Setelah aku sembuh, aku tumbuh normal seperti anak-anak pada umumnya.
Ketika aku berumur 2,5 tahun,
pendengaranku mulai menghilang. Anak-anak yang lain seusiaku jika dipanggil
namanya pasti akan menoleh ke arah suara, sedangkan aku tidak demikian. Aku
dipanggil berulang-ulang tidak bereaksi.
Orang
tuaku menjadi khawatir terhadapku. Orang tuaku segera mengkonsultasikan aku
kepada dokter spesialis anak, dokter bagian Tumbuh Kembang Anak sampai akhirnya
ke dokter THT. Dengan hati-hati, dokter menjelaskan kepada orang tuaku bahwa
aku menderita tuna rungu. Orang tuaku sedih mendengar penjelasan dari dokter.
Orang tuaku bingung dan hanya bisa berdoa serta pasrah kepada Allah SWT.
Tidak
semua orang tua bisa menerima kecacatan anaknya. Saya beruntung dilahirkan dari
rahim seorang wanita yang berjiwa besar. Wanita itu tidak lain adalah mama
Utari Wikantarti,
aku panggilnya mama. Mama dan papaku tidak pernah kecewa dan menyesali karunia
dari Yang Maha Kuasa. Papa dan Mamaku selalu membimbingku dengan asih, asah dan
asuh.
Ketika
aku berumur 4 tahun, aku mulai sekolah di TK Karnnamanohara selama 2 tahun dan sekolah di SLB Negeri 3 Yogyakarta. Di
tempat yang baru aku mempunyai teman-teman yang senasib denganku. Teman-temanku
ada yang menyenangkan dan ada yang kurang menyenangkan, semua itu aku jalani
dengan senang hati.
Aku
menceritakan pengalamanku di sekolah pada mamaku. Mamaku mengajarkan dan
menyuruhku untuk bersabar dan berbaik hati kepada semua teman. Alhamdulillah,
teman-temanku sayang kepadaku.
Papaku
pulang dari kantor, beliau berbicara dengan mamaku. Aku tidak tahu apa yang
dibicarakan oleh orang tuaku. Mamaku memberitahukan kepadaku bahwa kami harus
mengikuti papa melanjutkan pendidikan S2 dan S3 ke luar
negeri.
Orang
tuaku segera mengurus surat pindah. Teman-temanku ada yang sedih ketika aku
pindah. Guru-guru juga terharu melepas aku. Keberangkatan kami dilepas oleh
kakek dan nenekku di Bandara Adi Sucipto. Aku sedih berpisah dengan
saudara-saudaraku.
Setelah
sampai di Bandara Hetro, Inggris, kami menuju di apartemen tempat tinggal kami.
Mula-mula aku merasa aneh dengan keadaan sekelilingku. Udaranya sangat dingin
dan waktu berbeda sekali. Aku sempat protes kepada orang tuaku karena tidak
betah tinggal di Inggris. Orang tuaku menjelaskan kepadaku bahwa papaku harus
belajar dan aku pun harus belajar. Orang tuaku mengenalkan lingkungan kepadaku
sambil jalan-jalan.
Kira-kira
2 tahun di Inggris, aku sudah bisa bahasa Inggris dan belajar di Cottingley
Primary School. Aku sudah bisa menyesuaikan diri dengan teman-teman baruku.
Teman-temanku berasal dari berbagai negara,
mereka dari Jepang, India, Afrika, Portugis, Yunani, Turkey dan negara lainnya.
Aku berteman baik dengan mereka. Hampir setiap hari aku bermain dengan mereka
pada waktu istirahat di sekolah.
Sewaktu
liburan sekolah, aku dan orang tuaku pergi ke London bersama teman-teman. Di
sana kami melihat museum, jembatan besar di atas laut, bianglala besar dan
obyek wisata sangat menarik. Sinar matahari tidak terlalu menyengat membuatku
bersemangat dalam perjalanan.
Hari-hari
yang telah berlalu kami lewati dengan senang dan bahagia. Tak terasa 3 tahun
sudah kami tinggal di Inggris. Akirnya papaku berhasil menyelesaikan
pendidikannya. Sebelum kami bersiap-siap pulang ke Indonesia, kami segera
berpamitan dengan teman-teman dan guru-guru. Mereka membuat pesta perpisahan
untukku. Mereka banyak memberiku cendera mata. Aku merasa terharu dan berat
hati untuk berpisah dengan mereka.
Setelah
sampai di Indonesia, tanah airku tercinta, orang tuaku segera mencarikan aku
sekolah yang baru lagi. Sekolah yang baru di SLB Negeri 4 Sewon.
Tahun
pertama aku belajar di SLB Negeri 4 Sewon belum bisa menyesuaikan diri. Aku
masih sering menangis. Aku merasa tertinggal dengan teman-temanku. Aku belum
fasih berbahasa Indonesia sehingga belum bisa berkomunikasi dengan teman-teman
baruku lagi. Guruku kelihatannya galak sehingga membuatku menangis karena ketakutan.
Memergoki
aku menangis, guruku lalu menyapa, “Mengapa kamu menangis?” Aku tidak bisa menjawab dan segera mengusap air
mata lalu tersenyum. Guruku selalu berkata, “Kamu tidak boleh putus asa, kamu harus semangat dan
mencoba supaya kamu lebih pintar!” Ternyata selama ini aku salah menduga dengan
guruku. Guruku begitu sayang kepadaku. Sejak itu aku menjadi lebih bersemangat
dan rajin belajar untuk mengatasi
kesulitan yang kuhadapi.
Hari
berganti bulan, akhirnya aku bisa berbahasa Indonesia walaupun masih dalam
bimbingan guru, dan orang tuaku. Tiba-tiba aku disuruh mamaku untuk mengenakan
baju muslimah. Aku tidak mengerti tetapi aku tetap menurut perkataan mamaku.
Mama mengajakku ke Masjid Nurhawin, untuk belajar mengaji. Awalnya aku canggung
dengan para santriwati, tetapi salah satu santriwati, Puput namanya menyapaku
terlebih dahulu dengan ramahnya. Lama-kelamaan mereka berteman denganku.
Mula-mula
aku merasa minder karena teman-teman di Masjid Nurhawin itu mendengar sedangkan
aku tidak. Aku berusaha berkomunikasi
dengan teman-temanku walaupun dibantu oleh Puput dan mamaku mengajari
teman-temanku bagaimana cara berkomunikasi denganku termasuk para ustadzahnya.
Pertama
kali aku diajar oleh Ustadzah Upik untuk membaca iqro’. Beliau begitu ramah dan
sabar mengajariku membaca iqro’. Aku merasa ragu-ragu untuk belajar mengaji
dengan Ustadzah Upik. Untuk kesekian kalinya aku menemukan kesulitan karena
ucapan arab dan bahasa Indonesia jauh berbeda. Beliau menjelaskan cara
mengucapkan dengan benar. Aku disuruh menirukan dan membetulkan ucapan yang
salah.
Ketika
aku bisa membaca iqro’ dengan lancar, Ustadzah Upik memujiku. Sejak itu, aku
lebih bersemangat untuk belajar membaca iqro’. Dan iqro’ jilid 1 sampai 6 dapat
aku selesaikan dengan cepat. Aku sendiri heran bisa menyelesaikan dengan mudah dan cepat. Aku
bersyukur mendapat kesempatan dan bertemu dengan orang-orang yang sabar dan
berhati mulia mengajari aku tentang aqidah dan akhlak. Semua itu aku mendapat
dukungan Ustadzah Upik, Ustadzah Nining, dan teman dekatku Puput yang setia
membantu mengatasi kesulitan.
Usia
Puput lebih muda dibanding usiaku tetapi ia lebih dewasa. Ia selalu
menghampiriku untuk pergi TPA di Masjid Nurhawwin. Selain Puput, teman-teman santri juga bisa berkomunikasi dan bisa menerima kehadiranku sehingga aku bisa mengembangkan kemampuanku. Dunia yang sepi
tidak menjadi penghalang aku untuk maju. Papa dan mamaku juga banyak andil dalam
memberi kesempatan untuk bergaul dengan
masyarakat luas.
Aku
bersyukur orang tuaku menerima kehadiranku. Banyak orang tua yang merasa kecewa
memiliki anak mengalami invalid. Orang tuaku selalu mendorong dan memberi
semangat kepadaku untuk selalu rajin belajar dan tidak mudah putus asa dalam
menghadapi masalah.
Waktu
luang aku pergunakan untuk berjalan-jalan bersama orang tuaku ke tempat-tempat
yang belum pernah kulihat. Orang tuaku mengenalkan segala sesuatu kepadaku.
Kadang-kadang aku diajak orang tuaku untuk memancing ikan di rumah makan
Widuri. Kami juga pergi ke Mall
Malioboro untuk berbelanja.
Hampir
setiap minggu orang tuaku mengajakku bersilaturahmi ke rumah nenekku. Papa dan
mamaku mengajarkan manfaat silaturahmi. Aku mulai mengerti apa yang dijelaskan
oleh orang tuaku sehingga aku tidak pernah menolak ajakan untuk bersilaturahmi ke mana saja.
Pengalaman-pengalaman
yang kuperoleh
dari orang tuaku, guru TPA dan teman-teman semakin menambah semangatku untuk
menggapai cita-cita walau dalam kesunyian.
Awal
prestasiku terlihat di SLB Negeri 4 Sewon. Aku selalu mendapat juara lomba
melukis dan juga meraih rangking pertama di kelas. Menjelang lomba melukis aku
dilatih oleh guru menggambar. Akhirnya
aku memperoleh beberapa piala
kejuaraan melukis. Orang
tuaku sangat bersyukur dan bangga kepadaku.
Hari
berganti bulan, bulan berganti tahun,
akhirnya aku berhasil menyelesaikan kelas VI dengan nilai yang gemilang. Nilai
Ebtanas Murniku 27,80. Melihat nilaiku tinggi, aku bercita-cita melanjutkan di
sekolah umum dan berhasil diterima di SMP Negeri 2 Sewon.
Aku
tidak pernah membayangkan betapa sulitnya belajar di sekolah umum. Untuk
mengatasi kesulitan aku selalu duduk di bangku terdepan sehingga bisa memahami apa yang dibicarakan oleh guru. Teman
sebangku selalu membantu menjelaskan kembali jika aku tidak mengerti maksudnya.
Untuk meningkatkan prestasiku, orang tuaku memanggil guru privat.
Awalnya
aku merasa khawatir, “Apakah
aku bisa
bergaul dengan teman-teman baru?” Walaupun aku sudah dilatih berbicara oleh
orang tuaku supaya
lebih jelas. Aku memberanikan diri untui mencoba bersosialisasi dengan
teman-teman. Mula-mula teman-teman meragukan kemampuan bicaraku. Aku berbicara pelan-pelan akhirnya mereka mengerti maksud ucapanku. Semua itu membuatku
senang dan lega karena mereka sudah menerimaku apa adanya.
Guru-guruku
ada yang ramah dan ada
yang galak ketika mengajari kami dalam kelas. Aku sempat agak takut ketika guru
itu memarahi salah satu temanku karena tidak memperhatikan pelajarannya.
Ternyata aku salah menduga bahwa guru itu bersikap disiplin dan menginginkan
murid-muridnya memperoleh nilai yang bagus. Aku pun rajin belajar supaya bisa mendapat nilai yang bagus.
Keterbatasan
pendengaranku tidak membuatku putus asa. Setiap aku mendapat tugas dari guru
segera kukerjakan tetapi kadang-kadang terbentur mencari jawaban. Orang tuaku
mengingatkan aku untuk mencari jawaban di internet. Aku bersyukur teknologi
sudah maju sehingga aku bisa
mengembara
mencari ilmu di dunia maya.
Berkat
kerja kerasku dan bimbingan dari guru dan orang tuaku, aku mendapat ranking di
kelas. Di kelas VII semester pertama aku mendapat ranking 4 dan rangking 15
dari kelas paralel yang berjumlah 216 siswa. Pada semester dua, aku mendapat ranking 1 di kelas dan
ranking 8 paralel. Di kelas VIII pada semester pertama aku mendapat ranking 1
dan ranking 13 dari kelas paralel. Sedangkan nilai bahasa Inggrisku selalu mendapat nilai
tertinggi.
Perjalanan
prestasiku semakin menambah semangatku dalam mengembangkan diri dan menuntut ilmu
setinggi-tingginya untuk masa depan. Kesunyian tidak menghambat perjuanganku.
Aku
akan membuktikan kepada masyarakat yang sering memandang anak-anak difabel
dengan sebelah mata. Mereka belum memberi kesempatan kepadaku dan teman-teman
senasib dalam mengembangkan kemampuan. Anak-anak tuna rungu mampu mengalahkan
orang-orang mendengar.
Di
tengah-tengah masyarakat aku juga bisa berkomunikasi. Kadang-kadang mereka
tidak mengerti apa yang kuucapkan. Orang tuaku mengajari masyarakat bagaimana
berkomunikasi denganku. Aku pun tak canggung lagi berada di tengah-tengah dunia
orang mendengar berkat kegigihan mamaku.
Mamaku
adalah wanita hebat yang selalu memberi kesempatan kepadaku untuk mencoba
berbaur dengan mereka. Mamaku tidak pernah merasa malu ketika memperkenalkan
aku dengan siapa saja. Aku bersyukur mempunyai mama yang begitu memperhatikanku
sehingga menjadikan aku pandai bergaul dengan orang-orang mendengar. Mamaku
selalu mendidikku dengan kasih sayang yang tak terhingga. Sekarang aku sudah
menginjak remaja, aku pun belajar untuk mandiri dan belajar memecahkan masalah
yang kuhadapi dengan pikiran dan hati nuraniku.
Papa
dan mamaku selalu memberiku kesempatan untuk bergaul dengan siapapun agar aku mempunyai
teman yang banyak. Kesempatan itu tidak ku
sia-siakan untuk memiliki teman ataupun sahabat. Dunia teknologi yang semakin
canggih membuatku memiliki banyak peluang untuk mencari ilmu pengetahuan,
hiburan dan pengalaman hidup.
Akan
kubagi-bagikan kepada teman-teman yang senasib denganku supaya mereka tidak
putus asa dan tetap bersemangat dan kepada orang tua yang memiliki anak
berkebutuhan khusus (difabel) tidak putus asa. Berilah kesempatan pada
anak-anak difabel untuk mengembangkan kemampuannya agar menjadi insan yang
mandiri dan dapat membangun negeri tercinta ini.
untuk mbak kaka yang penuh potensi, we love you full...(mbak tata+om aan+dik arya+dik hafidz+adiknya lagi)
BalasHapus"Mereka yang berbahagia bukanlah mereka yg hidup tanpa masalah, tapi mereka yang terampil mengelola setiap masalah menjadi penuh hikmah"