Senin, November 26, 2012

Berenang di Telaga Sunyi



Semua orang tua pasti bahagia melihat kehadiran seorang bayi yang mungil dan cantik. Begitu juga orang tuaku sangat bahagia melihat aku dilahirkan di dunia ini. Kebahagiaan itu pupus  ketika aku jatuh sakit.
Pada waktu aku berumur
10 bulan, aku jatuh sakit dan mengalami demam tinggi sampai kejang-kejang. Orang tuaku disarankan oleh dokter agar aku dirawat sekitar 1 minggu. Setelah aku sembuh, aku tumbuh normal seperti anak-anak pada umumnya. Ketika aku berumur 2,5 tahun, pendengaranku mulai menghilang. Anak-anak yang lain seusiaku jika dipanggil namanya pasti akan menoleh ke arah suara, sedangkan aku tidak demikian. Aku dipanggil berulang-ulang tidak bereaksi.
Orang tuaku menjadi khawatir terhadapku. Orang tuaku segera mengkonsultasikan aku kepada dokter spesialis anak, dokter bagian Tumbuh Kembang Anak sampai akhirnya ke dokter THT. Dengan hati-hati, dokter menjelaskan kepada orang tuaku bahwa aku menderita tuna rungu. Orang tuaku sedih mendengar penjelasan dari dokter. Orang tuaku bingung dan hanya bisa berdoa serta pasrah kepada Allah SWT.
Tidak semua orang tua bisa menerima kecacatan anaknya. Saya beruntung dilahirkan dari rahim seorang wanita yang berjiwa besar. Wanita itu tidak lain adalah mama Utari Wikantarti, aku panggilnya mama. Mama dan papaku tidak pernah kecewa dan menyesali karunia dari Yang Maha Kuasa. Papa dan Mamaku selalu membimbingku dengan asih, asah dan asuh.
Ketika aku berumur 4 tahun, aku mulai sekolah  di TK Karnnamanohara selama 2 tahun  dan sekolah di SLB Negeri 3 Yogyakarta. Di tempat yang baru aku mempunyai teman-teman yang senasib denganku. Teman-temanku ada yang menyenangkan dan ada yang kurang menyenangkan, semua itu aku jalani dengan senang hati.
Aku menceritakan pengalamanku di sekolah pada mamaku. Mamaku mengajarkan dan menyuruhku untuk bersabar dan berbaik hati kepada semua teman. Alhamdulillah, teman-temanku sayang kepadaku.
Papaku pulang dari kantor, beliau berbicara dengan mamaku. Aku tidak tahu apa yang dibicarakan oleh orang tuaku. Mamaku memberitahukan kepadaku bahwa kami harus mengikuti papa melanjutkan pendidikan S2 dan S3 ke luar negeri.
Orang tuaku segera mengurus surat pindah. Teman-temanku ada yang sedih ketika aku pindah. Guru-guru juga terharu melepas aku. Keberangkatan kami dilepas oleh kakek dan nenekku di Bandara Adi Sucipto. Aku sedih berpisah dengan saudara-saudaraku.
Setelah sampai di Bandara Hetro, Inggris, kami menuju di apartemen tempat tinggal kami. Mula-mula aku merasa aneh dengan keadaan sekelilingku. Udaranya sangat dingin dan waktu berbeda sekali. Aku sempat protes kepada orang tuaku karena tidak betah tinggal di Inggris. Orang tuaku menjelaskan kepadaku bahwa papaku harus belajar dan aku pun harus belajar. Orang tuaku mengenalkan lingkungan kepadaku sambil jalan-jalan.
Kira-kira 2 tahun di Inggris, aku sudah bisa bahasa Inggris dan belajar di Cottingley Primary School. Aku sudah bisa menyesuaikan diri dengan teman-teman baruku. Teman-temanku berasal  dari berbagai negara, mereka dari Jepang, India, Afrika, Portugis, Yunani, Turkey dan negara lainnya. Aku berteman baik dengan mereka. Hampir setiap hari aku bermain dengan mereka pada waktu istirahat di sekolah.
Sewaktu liburan sekolah, aku dan orang tuaku pergi ke London bersama teman-teman. Di sana kami melihat museum, jembatan besar di atas laut, bianglala besar dan obyek wisata sangat menarik. Sinar matahari tidak terlalu menyengat membuatku bersemangat dalam perjalanan.
Hari-hari yang telah berlalu kami lewati dengan senang dan bahagia. Tak terasa 3 tahun sudah kami tinggal di Inggris. Akirnya papaku berhasil menyelesaikan pendidikannya. Sebelum kami bersiap-siap pulang ke Indonesia, kami segera berpamitan dengan teman-teman dan guru-guru. Mereka membuat pesta perpisahan untukku. Mereka banyak memberiku cendera mata. Aku merasa terharu dan berat hati untuk berpisah dengan mereka.
Setelah sampai di Indonesia, tanah airku tercinta, orang tuaku segera mencarikan aku sekolah yang baru lagi. Sekolah yang baru di SLB Negeri 4 Sewon.
Tahun pertama aku belajar di SLB Negeri 4 Sewon belum bisa menyesuaikan diri. Aku masih sering menangis. Aku merasa tertinggal dengan teman-temanku. Aku belum fasih berbahasa Indonesia sehingga belum bisa berkomunikasi dengan teman-teman baruku lagi. Guruku kelihatannya galak sehingga membuatku menangis karena ketakutan.
Memergoki aku menangis, guruku lalu menyapa, “Mengapa kamu menangis?” Aku tidak bisa menjawab dan segera mengusap air mata lalu tersenyum. Guruku selalu berkata, “Kamu tidak  boleh putus asa, kamu harus semangat dan mencoba supaya kamu lebih pintar!” Ternyata selama ini aku salah menduga dengan guruku. Guruku begitu sayang kepadaku. Sejak itu aku menjadi lebih bersemangat dan rajin belajar untuk  mengatasi kesulitan yang kuhadapi.
Hari berganti bulan, akhirnya aku bisa berbahasa Indonesia walaupun masih dalam bimbingan guru, dan orang tuaku. Tiba-tiba aku disuruh mamaku untuk mengenakan baju muslimah. Aku tidak mengerti tetapi aku tetap menurut perkataan mamaku. Mama mengajakku ke Masjid Nurhawin, untuk belajar mengaji. Awalnya aku canggung dengan para santriwati, tetapi salah satu santriwati, Puput namanya menyapaku terlebih dahulu dengan ramahnya. Lama-kelamaan mereka berteman denganku.
Mula-mula aku merasa minder karena teman-teman di Masjid Nurhawin itu mendengar sedangkan aku tidak. Aku berusaha  berkomunikasi dengan teman-temanku walaupun dibantu oleh Puput dan mamaku mengajari teman-temanku bagaimana cara berkomunikasi denganku termasuk para ustadzahnya.
Pertama kali aku diajar oleh Ustadzah Upik untuk membaca iqro’. Beliau begitu ramah dan sabar mengajariku membaca iqro’. Aku merasa ragu-ragu untuk belajar mengaji dengan Ustadzah Upik. Untuk kesekian kalinya aku menemukan kesulitan karena ucapan arab dan bahasa Indonesia jauh berbeda. Beliau menjelaskan cara mengucapkan dengan benar. Aku disuruh menirukan dan membetulkan ucapan yang salah.
Ketika aku bisa membaca iqro’ dengan lancar, Ustadzah Upik memujiku. Sejak itu, aku lebih bersemangat untuk belajar membaca iqro’. Dan iqro’ jilid 1 sampai 6 dapat aku selesaikan dengan cepat. Aku sendiri heran bisa menyelesaikan dengan mudah dan cepat. Aku bersyukur mendapat kesempatan dan bertemu dengan orang-orang yang sabar dan berhati mulia mengajari aku tentang aqidah dan akhlak. Semua itu aku mendapat dukungan Ustadzah Upik, Ustadzah Nining, dan teman dekatku Puput yang setia membantu mengatasi kesulitan.
Usia Puput lebih muda dibanding usiaku tetapi ia lebih dewasa. Ia selalu menghampiriku untuk pergi TPA di Masjid Nurhawwin. Selain Puput, teman-teman santri juga bisa berkomunikasi dan bisa menerima kehadiranku sehingga aku bisa mengembangkan kemampuanku. Dunia yang sepi tidak menjadi penghalang aku untuk maju. Papa dan mamaku juga banyak andil dalam memberi kesempatan untuk bergaul dengan masyarakat luas.
Aku bersyukur orang tuaku menerima kehadiranku. Banyak orang tua yang merasa kecewa memiliki anak mengalami invalid. Orang tuaku selalu mendorong dan memberi semangat kepadaku untuk selalu rajin belajar dan tidak mudah putus asa dalam menghadapi masalah.
Waktu luang aku pergunakan untuk berjalan-jalan bersama orang tuaku ke tempat-tempat yang belum pernah kulihat. Orang tuaku mengenalkan segala sesuatu kepadaku. Kadang-kadang aku diajak orang tuaku untuk memancing ikan di rumah makan Widuri. Kami juga pergi ke Mall Malioboro untuk berbelanja.
Hampir setiap minggu orang tuaku mengajakku bersilaturahmi ke rumah nenekku. Papa dan mamaku mengajarkan manfaat silaturahmi. Aku mulai mengerti apa yang dijelaskan oleh orang tuaku sehingga aku tidak pernah menolak ajakan untuk bersilaturahmi ke mana saja.
Pengalaman-pengalaman yang kuperoleh dari orang tuaku, guru TPA dan teman-teman semakin menambah semangatku untuk menggapai cita-cita walau dalam kesunyian.
Awal prestasiku terlihat di SLB Negeri 4 Sewon. Aku selalu mendapat juara lomba melukis dan juga meraih rangking pertama di kelas. Menjelang lomba melukis aku dilatih oleh guru menggambar. Akhirnya aku memperoleh beberapa piala kejuaraan melukis. Orang tuaku sangat bersyukur dan bangga kepadaku.
Hari berganti bulan, bulan berganti tahun, akhirnya aku berhasil menyelesaikan kelas VI dengan nilai yang gemilang. Nilai Ebtanas Murniku 27,80. Melihat nilaiku tinggi, aku bercita-cita melanjutkan di sekolah umum dan berhasil diterima di SMP Negeri 2 Sewon.
Aku tidak pernah membayangkan betapa sulitnya belajar di sekolah umum. Untuk mengatasi kesulitan aku selalu duduk di bangku terdepan sehingga bisa memahami apa yang dibicarakan oleh guru. Teman sebangku selalu membantu menjelaskan kembali jika aku tidak mengerti maksudnya. Untuk meningkatkan prestasiku, orang tuaku memanggil guru privat.
Awalnya aku merasa khawatir, “Apakah aku bisa bergaul dengan teman-teman baru?” Walaupun aku sudah dilatih berbicara oleh orang tuaku supaya lebih jelas. Aku memberanikan diri untui mencoba bersosialisasi dengan teman-teman. Mula-mula teman-teman meragukan kemampuan bicaraku. Aku berbicara pelan-pelan akhirnya mereka mengerti maksud ucapanku. Semua itu membuatku senang dan lega karena mereka sudah menerimaku apa adanya.






Guru-guruku ada yang ramah dan ada yang galak ketika mengajari kami dalam kelas. Aku sempat agak takut ketika guru itu memarahi salah satu temanku karena tidak memperhatikan pelajarannya. Ternyata aku salah menduga bahwa guru itu bersikap disiplin dan menginginkan murid-muridnya memperoleh nilai yang bagus. Aku pun rajin belajar supaya bisa mendapat nilai yang bagus.
Keterbatasan pendengaranku tidak membuatku putus asa. Setiap aku mendapat tugas dari guru segera kukerjakan tetapi kadang-kadang terbentur mencari jawaban. Orang tuaku mengingatkan aku untuk mencari jawaban di internet. Aku bersyukur teknologi sudah maju sehingga aku bisa mengembara mencari ilmu di dunia maya.
Berkat kerja kerasku dan bimbingan dari guru dan orang tuaku, aku mendapat ranking di kelas. Di kelas VII semester pertama aku mendapat ranking 4 dan rangking 15 dari kelas paralel yang berjumlah 216 siswa. Pada semester  dua, aku mendapat ranking 1 di kelas dan ranking 8 paralel. Di kelas VIII pada semester pertama aku mendapat ranking 1 dan ranking 13 dari kelas paralel. Sedangkan nilai bahasa Inggrisku selalu mendapat nilai tertinggi.
Perjalanan prestasiku semakin menambah semangatku dalam mengembangkan diri dan menuntut ilmu setinggi-tingginya untuk masa depan. Kesunyian tidak menghambat perjuanganku.
Aku akan membuktikan kepada masyarakat yang sering memandang anak-anak difabel dengan sebelah mata. Mereka belum memberi kesempatan kepadaku dan teman-teman senasib dalam mengembangkan kemampuan. Anak-anak tuna rungu mampu mengalahkan orang-orang mendengar.
Di tengah-tengah masyarakat aku juga bisa berkomunikasi. Kadang-kadang mereka tidak mengerti apa yang kuucapkan. Orang tuaku mengajari masyarakat bagaimana berkomunikasi denganku. Aku pun tak canggung lagi berada di tengah-tengah dunia orang mendengar berkat kegigihan mamaku.
Mamaku adalah wanita hebat yang selalu memberi kesempatan kepadaku untuk mencoba berbaur dengan mereka. Mamaku tidak pernah merasa malu ketika memperkenalkan aku dengan siapa saja. Aku bersyukur mempunyai mama yang begitu memperhatikanku sehingga menjadikan aku pandai bergaul dengan orang-orang mendengar. Mamaku selalu mendidikku dengan kasih sayang yang tak terhingga. Sekarang aku sudah menginjak remaja, aku pun belajar untuk mandiri dan belajar memecahkan masalah yang kuhadapi dengan pikiran dan hati nuraniku.
Papa dan mamaku selalu memberiku kesempatan untuk bergaul dengan siapapun agar aku mempunyai teman yang banyak. Kesempatan itu tidak ku sia-siakan untuk memiliki teman ataupun sahabat. Dunia teknologi yang semakin canggih membuatku memiliki banyak peluang untuk mencari ilmu pengetahuan, hiburan dan pengalaman hidup.
Akan kubagi-bagikan kepada teman-teman yang senasib denganku supaya mereka tidak putus asa dan tetap bersemangat dan kepada orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus (difabel) tidak putus asa. Berilah kesempatan pada anak-anak difabel untuk mengembangkan kemampuannya agar menjadi insan yang mandiri dan dapat membangun negeri tercinta ini.

1 komentar:

  1. untuk mbak kaka yang penuh potensi, we love you full...(mbak tata+om aan+dik arya+dik hafidz+adiknya lagi)
    "Mereka yang berbahagia bukanlah mereka yg hidup tanpa masalah, tapi mereka yang terampil mengelola setiap masalah menjadi penuh hikmah"

    BalasHapus

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...